Senin, 29 April 2013

RINGKASAN OTONOMI DAERAH



I.             PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :·         Hubungan luar negeri
·         Pengadilan
·         Moneter dan keuangan
·         Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertangg


ung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.Dampak Positif Otonomi DaerahDampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembangMasalah Otonomi DaerahPermasalahan Pokok Otonomi Daerah:1.      Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2.      Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3.      Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4.      Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5.      Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6.      Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah daerah yaitu;1.    kewenangan,
2.    kelembagaan,
3.    kepegawaian,
4.    keuangan,
5.    perwakilan,
6.    manajemen pelayanan publik,
7.    pengawasan.
 Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:a)    PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
•    Hasil pajak daerah•    Hasil restribusi daerah•    Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.•    Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa giro

b)    DANA PERIMBANGAN
•    Dana Bagi Hasil•    Dana Alokasi Umum (DAU)•    Dana Alokasi Khusus
c)    PINJAMAN DAERAH•    Pinjaman Dalam Negeri1.      Pemerintah pusat
2.      Lembaga keuangan bank
3.      Lembaga keuangan bukan bank
4.      Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)
•    Pinjaman Luar Negeri1.      Pinjaman bilateral
2.      Pinjaman multilateral
3.      Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
4.      hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah Kabupaten/Kota lainnya,
5.      penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
 II.            Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di DaerahPembangunan ekonomi saat ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus pada pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang dengan baik. Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama ini lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota . Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun (hingga krisis terjadi). Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan  ekonomi antar propinsi makin membesar. 
Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:a)    Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
b)    Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.
c)     Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri. 

Desain dengan state yang tidak terpakai


Sebuah rangkaian dengan flip-flop m akan 2m state. Ada saat ketika suatu rangkaian urutan dapat menggunakan kurang dari jumlah maksimum state. Menyatakan ada tidak digunakan dalam menetapkan rangkaian sekuensial tidak tercantum dalam state table. Ketika menyederhanakan fungsi masukan untuk flip-flop, state bekas dapat diperlakukan sebagai kondisi don’t care.
Mempertimbangkan state table ditampilkan dalam 6.14. ada lima state yang tercantum dalam tabel: 001010011100, dan 101. Tiga lainnya menyatakan, 000.110, dan 111, tidak digunakan. Ketika sebuah input 0 atau 1 adalah termasuk state ini tidak terpakai, kita memperoleh enam minterms: 0,1,12,13,14, dan 15. Kombinasi ini enam biner tidak tercantum dalam tabel di bawah kondisi sekarang dan input yang diperlakukan sebagai kondisi don’t care.
State table diperpanjang menjadi sebuah tabel eksitasi dengan flip-flop RS. Kondisi masukan flip-flop berasal dari state ini dan nilai-nilai state berikutnya dari state table. Karena RS flip-flop digunakan, kita perlu mengacu 6.10(a) tabel kebenaran untuk kondisi eksitasi dari jenis flip-flop.

Tiga flip-flop diberi nama variabel
A, B, dan C. variabel input x dan variabel keluaran y. Tabel eksitasi rangkaian menyediakan semua informasi yang dibutuhkan untuk desain rangkaian sekuensial.
Bagian sirkuit kombinasional dari sirkuit sekuensial disederhanakan dalam peta karnaugh. 6,29. ada tujuh peta dalam diagram. Enam peta adalah untuk menyederhanakan fungsi masukan untuk tiga RS flip-flop. Peta ketujuh adalah menyederhanakan output y. setiap peta memiliki enam X dalam kuadrat tidak peduli minterms 0,1,2,13,14, dan 15.


Kondisi don’t care dalam peta berasal dari X un kolom input flip-flop dari tabel. Fungsi disederhanakan terdaftar di bawah setiap peta. Diagram logika yang diperoleh dari fungsi Boolean ditunjukkan pada gambar 6-30.
Salah satu faktor diabaikan sampai titik ini dalam desain adalah keadaan awal dari rangkaian sekuensial. Bila daya pertama kali diaktifkan pada sistem digital, kita tidak tahu apa state flip-flop akan menetap. Ini adalah adat untuk memberikan masukan master-ulang yang tujuannya sinyal diterapkan ke semua flip-flop asynchronously sebelum operasi clockawal. Dalam kebanyakan kasus, flip-flop dihapus ke 0 oleh sinyal master reset, tapi beberapa mungkin di set ke 1. Sebagai contoh, rangkaian ara 6,30 awalnya mungkin akan diatur ulang ke keadaan ABC = 001, 000 karena state bukan state yang valid untuk sirkuit ini.
Tetapi bagaimana jika rangkaian tidak diatur ulang ke keadaan awal yang valid? Atau lebih buruk lagi bagaimana jika, karena sinyal suara atau karena alasan lain yang tidak terduga, sirkuit menemukan diri dalam satu state tidak sahnya? Dalam hal ini, kita perlu memastikan bahwa sirkuit akhirnya masuk ke salah satu state bagian yang valid sehingga dapat melanjutkan pengoperasian normal. Jika tidak, jika rangkaian urutan bersirkulasi antara state yang tidak valid, tidak akan ada cara untuk membawa kembali ke urutan yang dimaksudkan state transition. Meskipun seseorang dapat berasumsi bahwa kondisi ini tidak diinginkan tidak seharusnya terjadi, seorang desainer hati-hati harus memastikan bahwa situasi ini tidak pernah terjadi.
Hal ini dinyatakan sebelumnya yang menyatakan tidak terpakai dalam rangkaian urutan dapat dianggap sebagai kondisi don’t care. Setelah sirkuit dirancang, flip-flop m di dalam sistem dapat berada dalam salah satu dari 2m state yang mungkin. Jika beberapa state ini diambil sebagai kondisi tidak peduli, sirkuit harus diselidiki untuk menentukan dampak dari state yang tidak terpakai. State berikutnya dari state-state tidak valid dapat ditentukan dari analisis rangkaian. Dalam kasus apapun, itu selalu bijaksana untuk menganalisis rangkaian yang diperoleh dari desain untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan yang dilakukan selama proses desain.

PROSEDUR DESAIN


Desain rangkaian urutan sisitem digital mulai dari satu set spesifikasi dan memuncak dalam diagram logika atau daftar fungsi Boolean dari mana diagram logika dapat diperoleh. berbeda dengan sirkuit kombinasional, yang sepenuhnya ditentukan oleh tabel kebenaran. Langkah pertama dalam merancang rangkaian sekuensial untuk mendapatkan tabel state atau representasi setara.
Sebuah rangkaian sekuensial sinkron terdiri dari flip-flop dan gerbang combinational,. Desain rangkaian terdiri dari memilih flip-flop dan kemudian menemukan struktur gerbang combinational, yang bersama dengan flip-flop, menghasilkan sirkuit yang memenuhi spesifikasi lain. Jumlah flip-flop ditentukan dari jumlah state yang diperlukan dalam sirkuit. Rangkaian combinational berasal dari tabel state dengan metode yang disajikan dalam bab ini. Bahkan sekali jenis dan jumlah flip-flop ditentukan, proses desain melibatkan sebuah transformasi dari masalah rangkaian urutan ke masalah sirkuit kombinasional. Dengan cara ini, teknik desain sirkuit combinational dapat diterapkan.
Bagian ini menyajikan prosedur untuk desain rangkaian sekuensial. Walaupun dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi pemula, prosedur ini dapat dipersingkat dengan pengalaman. Prosedur ini pertama diringkas oleh daftar langkah yang disarankan berturut-turut:
1. Kata deskripsi dari perilaku sirkuit dinyatakan. Hal ini dapat disertai dengan diagram state,   diagram waktu, atau informasi terkait lainnya.
2. Dari informasi yang diberikan tentang sirkuit, mendapatkan state table.
3. Jumlah state mungkin dikurangi dengan metode s
tate reduction jika sirkuit sekuensial dapat dicirikan oleh hubungan input output independen dari sejumlah state.
4. Tetapkan nilai biner untuk masing-masing negara jika state mendapatkan tabel dalam langkah-langkah dua atau tiga mengandung simbol huruf
5. Tentukan jumlah flip-flop yang dibutuhkan dan menetapkan simbol surat kepada masing-masing.
6. Pilih jenis flip-flop yang akan digunakan.
7. Dari state table, menurunkan eksitasi sirkuit dan tabel output.
8. Menggunakan peta atau metode penyederhanaan lain, berasal fungsi sirkuit output dan fungsi masukan flip-flop
9. Menggambar diagram logika.

Spesifikasi Kata dari perilaku sirkuit biasanya mengasumsikan bahwa pembaca akrab dengan logika digital terminologi. Hal ini diperlukan bahwa penggunaan desainer intuisi dan pengalaman untuk sampai pada interpretasi yang benar dari spesifikasi sirkuit, karena keterangan kata mungkin tidak lengkap dan tidak tepat. Namun, sekali seperti spesifikasi telah ditetapkan dan state table yang diperoleh, adalah mungkin untuk menggunakan prosedur formal untuk merancang rangkaian.
Contoh yang mengikuti mengasumsikan bahwa jumlah state dan tugas biner untuk state-state yang dikenal. Sebagai konsekuensi, langkah 3 dan 4 desain tidak akan dipertimbangkan dalam diskusi berikutnya.
Sudah disebutkan bahwa m flip-flop dapat mewakili sampai 2mstate yang berbeda. sirkuit mungkin tidak menggunakan state biner jika jumlah state kurang dari 2 m. state-state yang tidak digunakan diambil sebagai kondisi selama desain bagian rangkaian kombinasional dari sirkuit.
Jenis flip-flop yang digunakan mungkin dimasukkan dalam spesifikasi desain atau mungkin tergantung pada apa yang tersedia untuk desainer. Banyak sistem digital yang dibangun sepenuhnya dengan JK flip-flop karena mereka yang paling serbaguna yang tersedia. Ketika banyak jenis flip-flop yang tersedia, disarankan untuk menggunakan D flip-flop untuk aplikasi yang memerlukan transfer data (seperti register geser), jenis aplikasi Melibatkan T untuk melengkapi (seperti counter biner) dan jenis JK untuk aplikasi umum.
Informasi output eksternal yang ditentukan di bagian output dari tabel state. Dari itu kita dapat memperoleh fungsi sirkuit. Tabel eksitasi untuk sirkuit ini mirip dengan yang dari individu-flip flop, kecuali bahwa kondisi input ditentukan oleh informasi yang tersedia di kolom ini-state dari state table. Metode mendapatkan tabel eksitasi dan fungsi masukan flip-flop disederhanakan adalah yang terbaik diilustrasikan dengan contoh.
Kami ingin merancang rangkaian sekuensial state diagram sistem digital yang diberikan pada gambar 1. Jenis flip-flop yang akan digunakan adalah JK.
Diagram state terdiri dari empat state dengan nilai biner yang sudah ditetapkan. Karena garis diarahkan ditandai dengan satu digit biner tanpa slash, kami menyimpulkan bahwa ada satu variabel input dan variabel output (state bagian flip-flop dianggap sebagai output dari rangkaian). Kedua flip-flop untuk mewakili empat state ditujukan A dan B. variabel input ditunjuk x.
Tabel state untuk sirkuit ini, berasal dari diagram state, akan ditampilkan dalam tabel 1. Perhatikan bahwa tidak ada bagian output untuk sirkuit ini. Sekarang kita akan menunjukkan prosedur untuk mendapatkan tabel eksitasi dan struktur gerbang combinational.
Penurunan dari tabel eksitasi difasilitasi jika kita mengatur state table dalam bentuk yang berbeda. Formulir ini ditunjukkan dalam tabel 6-12, di mana state ini dan busur variabel input disusun dalam bentuk tabel kebenaran.






Nilai state berikutnya untuk setiap keadaan-state dan kondisi input disalin dari tabel 6-11. Tabel eksitasi dari sirkuit adalah daftar kondisi flip-flop yang akan menyebabkan keadaan transisi yang diperlukan dan merupakan fungsi dari jenis flip-flop yang digunakan. Karena contoh ini ditentukan JK flip-flop, kita perlu kolom untuk masukan J dan K flip-flop A (dilambangkan oleh JA dan KA) dan B (dinotasikan oleh JB dan KB).
Tabel eksitasi untuk flip flop JK-diperoleh dalam tabel 6-10 (b). tabel ini kini digunakan untuk mendapatkan tabel eksitasi dari sirkuit. Sebagai contoh, pada baris pertama dari tabel 6-12, kita memiliki transisi untuk A flip-flop dari 0 di state hadir untuk 0 di state berikutnya. Dalam tabel 6-10 (b), kita menemukan bahwa transisi state 0-0 dalam mensyaratkan bahwa masukan J = 0 dan masukan K = X. jadi 0 dan X akan disalin pada baris pertama di bawah JA dan KA, masing-masing. Sejak baris pertama juga menunjukkan transisi untuk B flip-flop dari 0 di state hadir untuk 0 di state berikutnya, 0 dan X akan disalin pada baris pertama di bawah JB dan KB. Baris kedua tabel 6-12 menunjukkan transisi untuk B flip-flop dari 0 di state hadir untuk 1 di state berikutnya.

Dari tabel 6.10 (b), kita menemukan bahwa transisi dari 0 ke 1 memerlukan 0 ke 1 memerlukan input yang J 1 = dan masukan K = X. Jadi 1 dan X akan disalin pada baris kedua di bawah JB dan KB, masing-masing. proses ini dilanjutkan untuk setiap baris tabel dan untuk setiap flip-flop, dengan kondisi input seperti ditentukan dalam tabel 6-10 (b) tidak dapat disalin ke dalam baris yang tepat dari flip-flop tertentu sedang dipertimbangkan.
Mari kita berhenti sejenak dan mempertimbangkan informasi yang tersedia dalam tabel eksitasi seperti Tabel 6-12. kita tahu bahwa rangkaian urutan terdiri dari sejumlah flip-flop dan rangkaian kombinasional. Gambar 6-24 menunjukkan dua JK flip-flop yang diperlukan untuk sirkuit dan kotak untuk mewakili rangkaian kombinasional. dari diagram blok, jelas bahwa output dari rangkaian kombinasional pergi ke input flip-flop dan keluaran eksternal (bila ditentukan). masukan ke sirkuit combinational adalah input eksternal dan nilai-nilai state kini-flip-flop. Apalagi, fungsi Boolean yang menentukan sirkuit combinational berasal dari sebuah tabel kebenaran yang menunjukkan hubungan input-output dari rangkaian. Tabel kebenaran yang menggambarkan rangkaian kombinasional tersedia pada tabel eksitasi. sirkuit masukan kombinasional yang ditentukan di bawah kolom saat ini state dan input, dan output-combinational sirkuit yang ditentukan di bawah kolom input flip-flop. demikian, tabel eksitasi mengubah diagram state untuk tabel kebenaran yang diperlukan untuk desain bagian combinational-sirkuit dari rangkaian sekuensial.
Fungsi Boolean disederhanakan untuk rangkaian kombinasional sekarang dapat diturunkan. Masukan adalah variabel A, B, dan x; output adalah variabel JA, KA, JB, dan KB.

Informasi dari tabel kebenaran ditransfer ke dalam peta Gambar. 6-25, di mana empat disederhanakan fungsi masukan flip-flop yang diturunkan:
JA = KA = Bx Bx
JB = x KB = (A () x)
Diagram logika digambarkan dalam Gambar. 6-26 dan terdiri dari dua flip-flop, dua gerbang AND, satu pintu gerbang eksklusif-NOR, dan satu inverter.
Tabel eksitasi dari rangkaian urutan dengan m flip-flop, input k per flip-flop, dan input eksternal n terdiri dari kolom m+n bagi state ini dan variabel masukan dan baris n sampai 2m terdaftar di beberapa hitungan biner.


Bagian state berikutnya memiliki kolom m, satu untuk setiap flip-flop. Nilai input flip-flop tercantum di kolom mk, satu untuk setiap masukan setiap flip-flop. Jika rangkaian berisi output j, tabel harus menyertakan kolom j. Tabel kebenaran dari rangkaian kombinasional diambil dari tabel eksitasi dengan mempertimbangkan ini mn- state dan kolom input sebagai masukan dan j mk nilai input flip-flop dan keluaran eksternal sebagai output.

Desain dengan D Flip-Flops.

Waktu yang diperlukan untuk merancang rangkaian urutan yang menggunakan D flip-flop dapat dipersingkat jika kita memanfaatkan fakta bahwa keadaan berikutnya dari flip-flop sama dengan masukan D nya sebelum ia penerapan sebuah pulsa sistem digital. Ini ditampilkan dalam tabel eksitasi dari flip-flop D yang tercantum dalam tabel 6-10 (c). Tabel eksitasi jelas menunjukkan bahwa D = Q (t 1), yang berarti bahwa nilai state berikutnya di state table menentukan kondisi masukan D langsung, sehingga tidak perlu untuk tabel eksitasi yang diperlukan dengan jenis flip- flop.
Prosedur desain dengan D flip-flop akan ditunjukkan melalui contoh. Kami ingin merancang rangkaian urutan sistem digital yang beroperasi sesuai dengan tabel state yang ditunjukkan dalam tabel 6-13. Tabel ini sama dengan state table dari Tabel 6-12 kecuali untuk kolom tambahan yang mencakup keluaran y. Untuk kasus ini, tidak perlu mencakup tabel eksitasi untuk DA masukan flip-flop dan DB sejak DA = A (t 1) dan DB = B (t 1). Fungsi masukan flip-flop dapat diperoleh secara langsung dari kolom state berikutnya A dan B dan dinyatakan dalam jumlah minterms sebagai berikut:
DA (A B,, x) = (2,4,5,6)
DB (A B,, x) = (1,3,5,6)
y (A B,, x) = (1,5)



Dimana A dan B nilai sekarang keadaan flip-flop A dan B, x adalah input, dan DA dan DB adalah fungsi masukan. Yang minterms untuk output y diperoleh dari output kolom dalam state table.
Fungsi Boolean disederhanakan dengan menggunakan peta diplot pada Gambar. 6-27. Fungsi sederhana adalah:
DA = AB 'Bx'
DB = A'x B'x Abx '
y = B'x
Diagram logika rangkaian sekuensial ditunjukkan pada Gambar. 6-28

Kamis, 25 April 2013

Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Lainnya

1. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Baron de Gerando adalah seorang ilmuwan Perancis yang pertama kali mempekenalkan ilmu hukum administrasi negara sebagai ilmu hukum yang tumbuh langsung berdasarkan keputusan-keputusan alat perlengkapan negara berdasarkan praktik kenegaraan sehari-hari. Maksudnya, keputusan raja dalam menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat merupakan kaidah Hukum Administrasi Negara.
Mr. W.F. Prins menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan aanhangsel(embel-embel atau tambahan) dari hukum tata negara. Sementara Mr. Dr. Romeyn menyatakan bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari pada negara Sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah mengenai pelaksanaan tekniknya. Pendapat Romeyn ini dapat diartikan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sejenis hukum yang melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara, dan sejalan dengan teori Dwi Praja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan tugas (taakstelling) sedangkan Hukum Administrasi Negara itu melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara (taakverwezenlijking).
Menurut Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Ne
gara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan. Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai suatu kelompok peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang rendah. Hukum Tata Negara menurut Oppenheim yaitu memperhatikan negara dalam keadaan tidak bergerak (staat in rust). Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara sebagai suatu kelompok ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberi kepadanya oleh hukum tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu menurut Oppenheim memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata negara dan hukum administrasi. Terhadap hukum tata negara, hukum administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping sebagai hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan perlindungan hukum terhadap keputusan –keputusan penguasa.
2. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Pidana
Romeyn berpendapat bahwa hukum Pidana dapat dipandang sebagai bahan pembantu atau “hulprecht” bagi hukum administrasi negara, karena penetapan sanksi pidana merupakan satu sarana untuk menegakkan hukum tata pemerintahan, dan sebaliknya peraturan-peraturan hukum di dalam perundang-undangan administratif dapat dimasukkan dalam lingkungan hukum Pidana. Sedangkan E. Utrecht mengatakan bahwa Hukum Pidana memberi sanksi istimewa baik atas pelanggaran kaidah hukum privat, maupun atas pelanggaran kaidah hukum publik yang telah ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Victor Situmorang bahwa “apabila ada kaidah hukum administrasi negara yang diulang kembali menjadi kaidah hukum pidana, atau dengan perkataan lain apabila ada pelanggaran kaidah hukum administrasi negara, maka sanksinya terdapat dalam hukum pidana”.
3. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata
Menurut Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan hukum khusus hukum tentang organisasi negara dan hukum perdata sebagai hukum umum. Pandangan ini mempunyai dua asas yaitu pertama, negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti peraturan-peraturan dari hukum perjanjian. Kedua, adalah asas Lex Specialis derogaat Lex generalis, artinya bahwa hukum khusus mengesampingkan hukum umum, yaitu bahwa apabila suatu peristiwa hukum diatur baik oleh Hukum Administrasi Negara maupun oleh hukum Perdata, maka peristiwa itu diselesaikan berdasarkan Hukum Administrasi negara sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan berdasarkan hukum perdata sebagai hukum umum.
Jadi terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata apabila 1) saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara, 2) Badan Administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasasi oleh hukum perdata, 3) Suatu kasus dikuasai oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara maka kasus itu diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
4. Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Administrasi Negara
Sebagaimana istilah administrasi, administrasi negara juga mempunyai berbagai macam pengertian dan makna. Dimock dan Dimock, menyatakan bahwa sebagai suatu studi, administrasi negara membahas setiap aspek kegiatan pemerintah yang dimaksudkan untuk melaksanakan hukum dan memberikan pengaruh pada kebijakan publik (public policy); sebagai suatu proses, administrasi negara adalah seluruh langkah-langkah yang diambil dalam penyelesaian pekerjaan; dan sebagai suatu bidang kemampuan, administrasi negara mengorganisasikan dan mengarahkan semua aktivitas yang dikerjakan orang-orang dalam lembaga-lembaga publik.
Kegiatan administrasi negara tidak dapat dipisahkan dari kegiatan politik pemerintah, dengan kata lain kegiatan-kegiatan administrasi negara bukanlah hanya melaksanakan keputusan-keputusan politik pemerintah saja, melainkan juga mempersiapkan segala sesuatu guna penentuan kebijaksanaan pemerintah, dan juga menentukan keputusan-keputusan politik.
5. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan pengertian dan rumuskan dari Hukum Administrasi Negara!
2. Bagaimanakah lapangan dan kedudukan hukum administrasi negara di Indonesia!. Jelaskan.
3. Terangkan pengertian administrasi menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H.!
4. Jelaskan hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara!
5. Gambarkan perbedaan antara hukum administrasi negara klasik dengan hukum administrasi negara modern!.



6. Rangkuman
Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan Utrecht mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.
Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara meliputi: 1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara, 2) Hukum tentang organisasi dari administrasi negara, 3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari Administrasi Negara, terutama yang bersifat yuridis, 4) Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara, terutama mengenai Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara, 5) Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah atau Wilayah, 6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara.

Hukum Administrasi Negara termasuk dalam hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara).

 

Copyright @ 2013 ApeNeT.

Designed by Templateify & Sponsored By Twigplay